“ Kopi mengajarkan kita bahwa rasa pahit itu bisa dinikmati
Kopi mengajarkan kita bahwa hitam juga mampu memikat hati “
31 Maret 2018
Rasanya kurang lengkap bila berkunjung ke Takengon tanpa menikmati secangkir kopi Gayo yang merupakan ikon daerah pegunungan tersebut. Jika dibandingkan dengan cuaca di daerah lain di kawasan Aceh yang dikenal panas, Takengon merupakan satu-satunya yag memiliki hawa yang sejuk, maka tak heran jika perkebunan kopi tumbuh sangat subur, warung-warung kopi pun begitu menjamur, setiap sudut kota, persimpangan jalan, bahkan di setiap gang banyak berjejer Kedai Kopi. Aku jadi sedikit geli, kalau di Medan kental dengan budaya minum tuaknya, maka disini kental dengan budaya minum kopi.
Selepas berjalan-jalan melihat keelokan Danau Laut Tawar, aku mampir ke Bumi Aceh Coffee, salah satu Kedai Kopi yang berada di pusat kota. Sebelumnya aku mendapatkan tempat ini melalui rekomendasi seorang barista saat aku berkunjung di daerah Pantan Terong sehari sebelumnya. Ia menyebutkan bahwa selain bisa ngopi di kafe tersebut, aku juga bisa melihat-melihat proses Roasting Kopi yang mereka lakukan dengan mesin yang sudah sangat modern. Hal ini membuatku semakin penasaran, pasalnya aku belum pernah melihat langsung proses menyangrai kopi, apalagi dengan mesin yang sudah canggih. Wah pasti seru nih !
Bumi Aceh Coffe berada di Jalan Lebe Keder, Simpang Empat Takengon. Kedai Kopi tersebut tempatnya tidak begitu besar, luas bangunannya mungkin hanya sekitar 7 x 15 meter saja. Warkop yang ada di Takengon memang mayoritas mengusung tema minimalis, bahkan ada yang membuka kedai kopi hanya bermodal sebuah minivan. Budaya ngopi sepertinya memang sudah menjadi gaya hidup yang begitu mendarah daging bagi warga Aceh, khususnya warga Takengon.
Sekilas Bumi Aceh Coffee tampak seperti warkop kebanyakan, semua tampak biasa-biasa saja tanpa ada sesuatu yang spesial. Terdapat beberapa meja dan kursi di depan yang berhadapan dengan sebuah stand yang terbuat dari kayu, di stand tersebut tertulis varian menu yang ada dan aku juga bisa melihat secara langsung bagaimana kopi itu itu diracik oleh Baristanya.
Namun hal istimewa dari Warkop yang buka dari jam 9 pagi sampai jam 11 malam ini justru berada di ruang belakang. Begitu masuk ke dalam mataku langsung tertuju kepada sebuah mesin roasting berukuran besar yang berdiri di tengah ruangan. Biasanya aku hanya melihat alat tersebut lewat tv atau youtube, tapi kini aku bisa melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Bukan cuma satu, Bumi Aceh Coffee ternyata memiliki dua mesin sangrai, satu untuk kapasitas 5 kg sedangkan yang satunya mampu menyangrai 15 kg kopi. Coba kalian tebak berapa harga untuk satu alat roasting tersebut ? Awalnya aku hanya mengira mesin buatan Turki itu hanya berkisar puluhan juta, namun ternyata harganya menyentuh angka Rp. 260 juta, bahkan untuk mesin berkapasitas 15 kg berada di angka Rp. 360 juta. Bayangkan berapa modal yang sudah digelontorkan untuk membangun Kedai Kopi ini yang sudah berdiri sejak 5 tahun yang lalu ini. Aku sampai menelan ludah sendiri membayangkan uang sebanyak itu. Hhhehe.\
Bang Rizal selaku owner Bumi Aceh Coffee menuturkan bahwa itu bukan harga tertinggi untuk sebuah mesin roasting, bahkan ada yang mencapai 1 milyar, sontak aku semakin kaget mendengar ucapannya. Satu milyar untuk sebuah mesin roasting ????? Ngeriiiihhhhhh !!!!!!
Rasa penasaranku semakin memuncak, mumpung pemilik Coffee Shopnya ada di depanku, aku pun iseng menanyakan total penjualan mereka dalam satu bulan. Ternyata dalam satu bulan itu Bumi Aceh Coffee minimal menjual 1 ton coffee roasted. Meski mayoritas memang pesanan dari warkop-warkop di seputaran Aceh, namun mereka juga sering mendapatkan orderan dari Yogyakarta. Dan yang paling laris itu adalah jenis Specialty yang harganya sekitar Rp.200.000 /kg. Bayangkan berapa keuntungan yang mereka dapatkan, itu masih jenis specialty aja ya, belum lagi kopi luwak yang harganya Rp.600.000/kg. Hitung sendiri ya, capek aku ngitungnya, Hhhehe
Selama berbincang-bincang dengan Bang Rizal, aku mendapatkan sebuah pelajaran dari percakapan kami
“Tidak ada kopi dan warkop yang terbaik, semuanya kembali kepada selera kita masing-masing, dan selera itu tidak bisa dipaksakan. Sama halnya dengan rokok, jika aku sukanya Sampoerna sementara kamu sukanya Marlboro, ga mungkin kan aku paksakan kamu biar suka Sampoerna,” tutur pria berkulit putih tersebut.
Waktu berada di angka 10.30 siang, itu pertanda bahwa aku harus menghentikan obrolan kami karna masih banyak spot wisata yang harus aku datangi di Kota Takengon ini.
Terimakasih Bumi Aceh Coffee, suatu saat aku pasti kembali lagi.
Nb : Foto menggunakan Canon EOS m100
Wah, sayang baru baca blog mas-nya setelah saya trip ke Aceh kemarin hihi
Cuma main di Banda aja, engga sempet ke Takengon, nampaknya asyik ngopi di sana 🙂
Semoga di lain kesempatan bisa ngopi di sana. Makasih buat infonya ya Mas.
Keep sharing!
ceritaliana.com
SukaDisukai oleh 1 orang
Waduhhhh.. sayang kali mbak… padahal Takengon itu satu2nya daerah di aceh yang udaranya sejuk.. banyak spot2 wisata yang menarik juga disana.. 😁
Kalo mbak ga keberatan nih aku kasih link pengalamanku pas keliling takengon 😁
https://bangharlen.wordpress.com/2018/04/07/jelajah-takengon-negeri-diatas-awan-di-kabupaten-aceh-tengah/
Makasih udah mau berkunjung ke blog ku mbak 😁
SukaSuka
Keren banget ini, aku jadi mupeng. Sebagai penggemar kopi recehan, aku salut dengan seriusnya bisnis owner menyediakan mesin roasting yang (ternyata) sangat muahal. Tapi memang sayang sih, kalau daerah punya potensi yang menjanjikan ya lebih baik dimanfaatkan. Btw aku suka kopi Gayo, karena rasanya pahit dan aromanya harum 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Kalo menurutku wajar aja sih mbak owner rela beli mesin roasting yang begitu mahal.. toh keuntungannya kan menjanjikan.. untuk kopi gayo naturalnya aja dibanderol sekitar Rp.285.000 / kg.. waktu ngobrol2 sama ownernya kemaren katanya minimal mereka menjual 1 ton kopi setiap bulan.. ya mbak hitung sendiri aja berapa keuntungannya.. 😁
Pengen buka warkop juga jadinya 😁
SukaSuka
Iya itulah. Daerah sendiri punya kelebihan kenapa ga dimanfaatkan ya. Meski harus mengeluarkan modal investasi yang besar di awal tapi worth it. Ayo mas buka usaha kopi nanti aku icip-icip 😁
SukaSuka
Kendala masyarakat Indonesia kan emang gitu mbak.. takut mencoba.. takut keluar dari zona nyamannya.. 😁
Amin.. insha allah mbak.. 😁
SukaDisukai oleh 1 orang
Ini yang foto-fotonya kulihat di IG ya Bang. Ah, kapan bisa ke Aceh. Mupeng aku kalau soal kopi.
SukaDisukai oleh 1 orang
Yomaannnn..
Ini foto2 yg di ig mas..
Kayaknya mending ga usah ke Aceh deh mas.. takutnya nanti ga mau pulang masnya.. 😂
SukaSuka
Wah bahaya tuh kalo kecantol pesona Aceh hehe
SukaSuka
Iya mas… apalagi sama gadis2nya.. hhehehe
SukaSuka
Mantap kali itu mesin roasting kopi-nya, mas… Gede yak! Pasti saya mampir kedai kopi ini kalau dikasih umur dan kesempatan ke Aceh.
Mantap memang kopi Aceh Gayo. Cuma sampai saat ini saya belum ketemu racikan yang pas kalau origin Aceh Gayo dibuat vietnam drip campur susu… Hahaha
SukaSuka
Amin.. mudah2an kesampaian mas..
Kalo disini jarang sih yang vietnam drip campur susu mas.. rata2 lebih suka rasa original..
Makasih udah mau mampir ke blog yang ga seberapa ini 😁
SukaSuka
Saya penggemar kopi terutama yang Arabica; tapi entah kenapa origin Aceh Gayo kurang bersahabat dengan perut saya. Makanya lagi test racikan supaya pas dengan ditambahkan susu.
Sama-sama, mas. Terima kasih sudah mampir juga
SukaSuka
Bumi Aceh Coffee 🤗🤗🤗
Bang Jal adalah guru kopi saya, banyak belajar dari beliau.
singkat cerita, beliau telah menghidupkan keluarga saya berkat ilmu yang diberikannya.
Terimakasih buat admin yang sudah menuliskan pengalamannya selama di Bumi Aceh Coffee
SukaSuka
Iya sama2 mas.. saya juga beruntung bisa berkunjung ke bumi aceh coffee terutama berjumpa dengan bang rizal selaku ownernya.
Suatu saat pengen ke takengon lagi 😁
SukaSuka